Baca ya guys :--------)
Senin, 27 februari
2006 hari yang sangat bersejarah bagiku.
Hari itu Aku ingat
betul bahwa Aku masih duduk dibangku kelas 1 SD di salahsatu SD dekat rumahku,
SDN Harapan Bangsa namanya. Disitu Aku bersekolah dengan senang layaknya
anak-anak seumuranku apalagi ditambah Ibuku yang seorang guru disitu. Aku jadi
lebih bahagia lagi karena tidak ada batasan minimum untuk uang jajan setiap jam
istirahat.
Pada hari itu pula
Aku masih ingat saat kali pertamanya sekolahku tidak mengadakan rutinitas
upacara yang melelahkan itu, kalau tidak salah itu karena Bapak Kepala Sekolah
sedang sakit gigi jadi Ia tidak bisa mendengar suara ber-volume keras yang
biasa disuarakan oleh Protokol kakak kelas 5 dan 6. Mendengar kabar itu semua
murid di sekolahku tampak lebih ceria tak seperti biasanya. Begitupula Aku.
Saat itu Aku termasuk
anak-anak yang lincah dan tidak mau diam, apalagi jika meledek kaum perempuan,
rasanya itu adalah kesenanganku, dan menurut Ibu itu adalah watak Ayahku yang
melekat di darah dagingku,tetapi Aku tidak peduli pada opininya yang terpenting
Aku hidup bahagia, tentram, dan damai. Tetapi semua itu akan sirna apabila
upacara bendera dilaksanakan.
Lalu Aku juga masih
ingat, setelah mendapati kabar bahwa upacara tidak dilaksanakan, hatiku
merasakan gejolak semangat yang begitu tinggi, Aku merasakan rasa bahagia yang
sangat super melebihi super manapun, sepertinya hari itu
adalah kebahagiaan yang paling menyenangkan. Asalkan kalian tahu teman, Aku
sangat membenci upacara bendera, karena saat itu Aku masih belum mengerti apa
arti pentingnya upacara bendera merah putih setiap hari senin itu.
Singkat cerita, Aku
segera memasuki kelasku yang sangat ramai dengan corak warna-warni ala anak TK
itu yang setiap kali dapat memunculkan gairah semangatku. Tidak hanya itu, di
kelasku juga terdapat teman-teman yang tak kalah ramainya dengan corak
warna-warni itu. Dan saat itu ku lihat mereka tampaknya sama gembira sepertiku.
Tetapi kegembiraan
itu sepertinya segera menciut bak
balon besar ditusuk jarum yang sangat runcing. Semua gara-gara kehadiran Ibuku
yang membawa buku paket Agama untuk bersiap-siap mengisi materi. Tetapi Aku
tidak seperti mereka, Aku tetap bahagia karena Aku selalu merasa menjadi raja
apabila pelajaran yang diajarkan Ibuku. Ibu Rina namanya :-----------)
Ketika itu Ibu
memakai pakaian berwarna merah muda dan rok panjang berwarna putih serta
jilbabnya yang terpasang anggun berwarna merah muda, dia terlihat cantik sekali
pantas saja Ayah memilihnya.
“ifii, silahkan
memimpin do’a” pinta Ibu pada gadis berkuncir dua yang tempat duduknya
bersebrangan denganku. Dia adalah gadis yang ku suka, karena dia sangat cantik sih.
“ngg...mmm, sebelum
belajar mari kita berdo’a, berdo’a dalam hati mulai”katanya memimpin do’a yang
durasinya tak kurang dari 1 menit.
“selesai,
berisalam”lanjutnya.
“iiiihhhh ifiii cepet
bangetttt”celetuk salah seorang gadis kecil entah siapa namanya.
Aku melirik gadis
kecil yang tadi menyelutuk dengan tatapan penuh benci. Entah mengapa apabila
ada yang berani nyeletuk atau kurang ajar pada Ifi Aku selalu tidak suka dengan
orang itu, termasuk apabila ada guru yang memarahinya, padahal Ifi begitu
membenciku karena Aku selalu mengganggu hidupnya.
“sudah-sudah..., kita
masuk ke materi ya anak-anak”
Serentak pandangan Ku
terfokus pada papan tulis yang sudah dituliskan oleh Ibu menggunakan kapur
berwarna merah dengan tulisan : “NABI ADAM AS”
“Ibu bukannya
sekarang kita belajar tentang huruf hijaiyah ya bu????”tanya Ifi, gadis ini
memang gemar bertanya.
“Ia Ifi, kita kejar
materi ya, sebenarnya ini pelajaran kelas 4 nanti”
“kok bisa bu?”
“ia bisa dong sayang, okey dari pada penasaran dengarkan penjelasan Ibu ya..”
“eh tapi-tapi Bu,
kata pak Rahmat kemarin, kita harus belajar sesuai materi Bu, ihh Ibu tuh gimana sih, Aku
penasaran Bu sama huruf Hijaiyah, belajar itunya nanti kelas 4 saja”gerutunya.
“nah supaya nanti pas
kamu kelas 4 gak penasaran ya, soalnya Ibu lagi kepingin ngebahas ini
sayyaaanngg”kata Ibu sambil mengelus-elus perutnya, oh iya Aku belum beri tahu,
Ibuku sedang hamil adeku saat itu teman.
“ya udah deh bu,
supaya anak Ibunya gak ileran kaya Irvan”
Serentak anak-anak
menertawai ku.
Aku malu sekaligus
senang.
“oke sudah-sudah Ibu akan jelaskan tentang materi ini, jadi.......”
Aku dan yang lain
menyimak penjelasan Ibu yang begitu menyenangkan. Ceritanya seperti dongeng,
tetapi katanya itu bukan dongeng tetapi fakta yang memang terjadi. Aku semakin penasaran
mendengar kelanjutan ceritanya. Saat itu yang ada dibayangan Aku hanyalah
perempuan,perempuan dan perempuan. Karena kata Ibu, Siti Hawa itu cantik dan diciptakan
melalui tulang rusuknya Nabi Adam.
“beneran Bu ?” kataku
tak percaya.
“benar sayang, Nabi
Adam saat itu kesepian dan butuh teman. Jadi Allah menciptakan Siti Hawa dari
tulang rusuknya”
Saat itu fikiranku
melayang tak karuan. Aku menginginkan teman, khususnya teman perempuan.
“ohya Bu, mengapa
harus perempuan yang menemani ?”
“karena, di Dunia ini
kita hidup berpasang-pasangan sayang”
Spontan kedua mataku
melirik kearah Ifi, gadis cantik berkuncir dua itu. Dan entah mengapa Aku
menjadi kesal dengannya karena Ia membalas pandanganku dengan tatapan sengit
penuh benci ,padahal itu sudah biasa terjadi.
“oh jadi begitu bu!
Tenang Fi, Aku gak bakalan ngelirik-ngelirik kamu lagi kok, gak bakal suka kamu
lagi kok, Aku juga punya teman cewek
yang jauuuhhh lebih cantik!” seruku dengan penuh emosi.
Aku mendengar Ibu
beserta yang lainnya tertawa begitu terbahak-bahaknya, apa mereka kiranya ini lucu ???
Aku semakin memuncak
emosinya . Pada saat itu Aku segera mengambil carter yang biasa ku gunakan untuk menajamkan pensil yang berada
didalam tasku, bukan untuk bunuh diri, tetapi untuk mencari kebenaran atas
kata-kataku .
Dan tanpa basa-basi
lagi, segera ku gesekkan carter pada
bagian dadaku, pelan-pelan tapi pasti. Ku gesek terus mengesek hingga Aku dapat
meraih tulang rusukku. Lalu setetes demi tetes mengubah warna pakaianku.
Rasanya perih sekali, namun Aku harus kuat saat itu untuk mencari kebenaran.
Mungkin jika dihitung
kedalaman hasil gesekan itu bisa mencapai 2 cm, dan itu cukup dalam ketika
kulihat daging bagian dadaku yang warnanya merah pekat bisa ku lihat. Perih,
sakit, dan entahlah tak bisa ku ungkapkan, bukankah
sepenggal pantun mengatakan, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian ?!
Dan gara-gara
sepenggal pantun itu Aku semakin penasaran untuk mencari kesenangan yang
berarti kebenaran.
“ibu, ibu ilpan
tusuk-tusuk badan”
Aku tersentak bukan
main dan segera melepaskan carter.
Tangis
ku tiba-tiba meleleh karena kata tak bisa ku ucap.
Lalu Ibu ku segera
meraih tubuhku yang kian perih penuh darah bercucuran dibaju putihku yang kini
tersulap menjadi sama seperti celanaku yang berwarna merah darah.
“ifi, liat aja,
bentar lagi kalau Aku gak sakit lagi Aku bakalan ambil Tulang Rusuk Aku biar
dapetin perempuan yang lebih cantttiiikkk lagi selain kammuu”kataku
terbata-bata sambil menangis menahan sakit.
Setelah itu Aku lupa
kejadian apa yang menimpa diriku, semuanya gelap. Dan tiba-tiba terang kembali
ketika Aku mendapati diriku berada di sebuah Rumah Sakit. Untunglah Aku masih
bisa menghirup udara segar di Dunia ini dan melihat wajah penyesalan Ibu yang
tiada henti terucap serta kecupannya pada keningku tiada henti.
“ibu memang salah
terlalu memaksakan kehendak, tetapi sungguh Ibu hanya tak mau rumor-rumor kalau
ngidamnggak diturutin itu anaknya
bakalan ngiler, tau-taubegini Ibu
lebih baik ade kamu ileran sayang
dari pada kamu mati konyol gara-gara
cinta monyetmu itu”
“lagian kamunya juga
Rina, mereka masih terlalu kecil untuk mendengarkan cerita yang mungkin biasa
saja menurutmu”
“lah tetapi buktinya
yang lain biasa-biasa saja, dianya saja yang terlalu terobsesi pada wanita. Dan
itu seperti mu !”
“berarti dia normal”
Ku dengar Ayah dan
Ibu saat itu saling beradu mulut membicarakanku. Hmm .. karena pada saat itu
Aku tidak mengerti, Aku lebih baik diam dan tertidur untuk menghilangkan rasa
sakit yang masih terasa dalam tubuhku.
Dan kejadian konyol
itu akan selalu Aku ingat hingga kini Aku mengerti betapa bodohnya diriku saat
itu. Dan semoga saja, Ifi, gadis cantik berkuncir dua itu bisa mengerti betapa
Aku sangat depresi ingin mendekatinya saat itu. (Alay ya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar